GpY8BSMpTUM6GSC5TUr8TfClTA==

Renungan Ramadhan (2) : Puasa Itu Menguatkan Rohani

Source ilustrasi (nu online)


Oleh: Mualim


Manusia itu jasmani-rohani. Aspek jasmani manusia adalah badannya, wadagnya, atau casing-nya. Sedangkan aspek rohani manusia adalah jiwanya, rohnya. Hanya makhluk yang bernama manusia saja yang memiliki dimensi jasmani sekaligus rohani. Karena itu manusia merupakan makhluk yang terbaik di jagad raya ini dilihat dari aspek penciptaannya.  

Berkaitan dengan puasa, manusia bisa dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, manusia yang berpuasa secara jasmani. Kedua, manusia yang berpuasa secara jasmani-rohani.    

Berpuasa dalam arti ngempet tidak makan-minum dan tidak melakukan segala aktifitas yang bisa membatalkan puasa dengan cara tertentu disertai dengan niat mulai dari fajar (subuh) sampai terbenamnya matahari (maghrib) masuk pada kategori berpuasa secara jasmani. Puasa jenis ini sudah sah dalam pandangan fikih.  

Meski demikian, berpuasa seperti ini tidak seluruhnya jasmani. Karena, puasa seperti ini tetap melibatkan aspek rohani. Aspek rohani ini berupa keterlibatan hati pada saat niat. Sedangkan niat atau motivasi ini merupakan gambaran kesadaran manusia sebagai hamba yang ingin taat beribadah karena Allah SWT.

Jika manusia mampu berpuasa secara jasmani berarti ia telah mampu menguatkan rohaninya meski masih tahap awal. Dengan berpuasa ia mampu mengendalikan godaan-godaan dan tantangan jasmaniah yang ia hadapi. Ia tidak tergoda dengan sedapnya makanan meski perut keroncongan. Ia tidak tergoda dengan segarnya minuman meski kerongkongannya kering. Ia mampu bertahan dari sengatan matahari dan cuaca panas karena ia sadar sedang berpuasa. Tidak hanya itu, ia juga sadar bahwa sengatan api neraka lebih panas daripada sengatan matahari. Dengan kesadaran sedang berpuasa rohani manusia mampu mengendalikan keinginan-keinginan (syahwat) jasmaniah. 

Hal tersebut tentu berbeda dengan binatang. Binatang tak memiliki kekuatan rohani untuk mengatur dan mengendalikan keinginan-keinginan jasmaniahnya. Binatang hanya menggunakan insting untuk hidup. Jika ia lapar maka ia akan mencari makan. Ia akan makan apapun yang bisa ia makan. Tidak peduli apakah makanan tersebut milik majikannya atau milik orang lain. Sebab ia tidak memiliki kekuatan untuk memilih dan memilah. Binatang hidup berdasarkan insting hewaniyyahnya; makan, minum, berkembang biak, dan kebutuhan biologis lainnya.

Adapun jenis puasa kedua adalah puasa secara jasmani-rohani. Setelah manusia mampu berpuasa secara jasmani (mampu ngempet makan-minum, dan lainnya), tahap berikutnya agama mendorong untuk puasa secara rohani. Tahap ini manusia diajak untuk  ngempet, menghindari, menjahui aktifitas-aktifitas yang membuat kotor rohaninya. Bisa dikatakan puasa tahap ini mendorong manusia untuk membersihkan hati dan pikirannya dari keinginan-keinginan dan aktifitas-aktifitas yang membuat hati dan pikiran keruh dan kotor.   

Mari kita renungkan sabda Nabi SAW:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش

Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.”

Mari kita renungkan juga sabda Nabi SAW:

خمسٌ يُفطِرن الصّائِم: الغِيبةُ، والنّمِيمةُ، والكذِبُ، والنّظرُ بِالشّهوةِ، واليمِينُ الكاذِبةُ

Artinya: “Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu”

Kedua sabda Nabi SAW tersebut mengingatkan bahwa tidak cukup kita hanya berpuasa secara jasmani saja. Kita puasa menahan makan minum tetapi dipihak lain mulut kita misalnya, suka berkata kotor, menyakiti orang lain, atau suka berbohong. Atau misalnya, kita berbicara yang tidak berfaedah, menyebar berita bohong (hoaks) yang menyebabkan orang terprovokasi, memancing pertengkaran, dan lainnya.    

Boleh dikatakan bahwa sabda Nabi SAW tersebut mengajak kepada kita untuk berpuasa dengan sepenuh jiwa raga. Raga kita berpuasa menahan, ngempet dari makan-minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa. Bersamaan dengan itu, jiwa kita juga berpuasa, ngempet, atau menjahui aktifitas-aktifitas yang membuat rohani kita kotor, seperti menjahui ghibah, namimah, berbohong, dan perbuatan tercela lainnya. Dengan demikian, kedua sabda Nabi SAW mengajak kepada kita untuk berpuasa secara totalitas. Berpuasa secara lahiriah dan juga berpuasa secara bathiniyah. Berpuasa sepenuh jiwa-raga.

 Jika kita mampu berpuasa sepenuh jiwa-raga, maka rohani kita akan kuat, sehat, dan bersinar. Sesungguhnya puasa mengajak manusia untuk memperkuat sisi rohaninya. Manusia diajak kembali pada sisi kemanusiaannya yang sejati. Ia menjadi dekat Allah SWT. Ia kendalikan nafsunya. Ia bersihkan hatinya dari kotoran-kotoran perilaku yang tidak terpuji. Ia rela tinggalkan kesenangan-kesenangan jasmani dalam rangka menghamba kepada Allah SWT. Dengan kesadaran bahwa ia sedang berpuasa manusia berusaha menepis godaan-godaan nafsu yang menjauhkannya dari Allah SWT. Sebaliknya ia terus melangkah mendekat kepada Allah SWT dengan bersyukur, berdzikir, memuji Allah SWT, dan amal-amal sholeh lainnya. 

Dengan demikian, puasa tidak hanya menyehatkan jasmani kita, lebih dari itu puasa juga menyehatkan rohani kita. Sehat lahir batin.

*Penulis adalah pengajar di MTs. NU Miftahul Falah Cendono

Komentar0

Type above and press Enter to search.