Puasa ((الصوم itu (الإمساك عن الشيء), menahan atau mengekang dari sesuatu. Ini
arti puasa menurut sudut pandang bahasa. Karena itu, boleh dikata puasa itu ngempet.
Berarti segala bentuk aktifitas ngempet
bisa dikatakan puasa. Misalnya, ngempet untuk tidak berbicara, ngempet
untuk tidak makan-minum, ngempet untuk
tidak berhubungan seksual, ngempet untuk tidak marah, ngempet
kentut dan lainnya. Itu semua bisa masuk kategori puasa.
Meski demikian, menurut
ulama fikih tidak semua aktifitas ngempet itu bisa masuk kategori puasa.
Berpuasa menurut ulama fikih adalah ngempet untuk tidak melakukan segala
aktifitas yang bisa membatalkan puasa dengan cara tertentu disertai dengan
niat. Misalnya ngempet tidak
makan-minum dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya. Ngempetnya juga tidak
satu dua jam tetapi ngempetnya mulai dari fajar (subuh) sampai
terbenamnya matahari (maghrib). Selain itu, ngempetnya juga harus
disertai niat atau motivasi kesadaran beribadah karena Allah SWT.
Jika anda ngempet
tidak makan dan minum karena motif supaya badan bisa langsing, ramping, slim,
maka aktifitas ngempet ini tidak kategori berpuasa menurut fikih. Begitu
pula, jika anda ngempet tidak berhubungan seksual dan ngempet tidak
makan-minum di malam hari, aktifitas ngempet anda ini tidak bisa disebut
puasa menurut ketentuan fikih. Sebab, ketika maghrib tiba justru anda
dianjurkan segera berbuka; makan-minum. Bahkan sebelum fajar (subuh) anda juga
dianjurkan makan sahur.
Ngempet dalam arti berpuasa menurut fikih itu berat. Diakui
atau tidak berpuasa itu berat. Kenapa? Karena kita harus mengendalikan insting
kita. Secara alamiah ketika perut lapar dan kerongkongan mengering, insting
kita mengajak kita untuk segera makan dan minum. Secara otomatis kita menahan
air liur ketika melihat dan membau makanan saat perut kosong. Tetapi karena
kita berpuasa kita ngempet untuk tidak makan dan minum, menunggu maghrib
tiba.
“Berpuasa di Australia: Disengat Matahari, Digoda Pakaian Seksi,”
demikian KH Nadirsyah Hosen menulis dalam bukunya, Kiai Ujang Di Negeri
Kanguru (2019). Ia menceritakan bagaimana beratnya berpuasa di Australia.
Di sana umat Islam minoritas. Sehingga yang berpuasapun jumlahnya sedikit.
Tidak seperti di Indonesia yang ummat Islam mayoritas. Sehingga yang berpuasa
banyak jumlahnya. Ngempet makan minumnya bersama-sama.
Selain itu, ketika puasa Ramadhan bertepatan dengan musim
summer (musim panas), terik matahari sangat menyengat. Di Brisbane
misalnya, pada siang hari suhu bisa mencapai 30-40 derajat Celcius. Lebih dari
itu, berpuasa di Australia pada saat musim panas juga mendapatkan tantangan
khusus. Dimana saat musim panas banyak warga yang mengenakan pakaian mini dan
tipis. Ini tentu tantangan berat bagi ngempet syahwat saat berpuasa.
“…. Berpuasa di musim panas
itu godaannya berlipat ganda. Jamak diketahui musim panas merupakan musim pemer
aurat di Negara-negara Barat. Baju mini dan tipis adalah pemandangan yang
sangat biasa di kampus, pertokoan, dan jalan raya,” kisah Kiai Nadirsyah.
Apa yang dialami Kiai
Nadirsyah sebenarnya juga dialami sebagian ummat Islam Indonesia, meski tidak
sama persis. Bagi ummat Islam yang bekerja, di tempat proyek, di pabrik-pabrik,
dan lainnya tentu menghadapi tantangan berat saat berpuasa. Dimana saat berpuasa badan menjadi lemah,
tenaga menjadi berkurang, rasa lapar dan haus menuntut untuk makan dan minum.
Sedangkan bekerja harus tetap dijalankan secara professional demi menjemput
rezeki. Di sinilah tantangan berat saat berpuasa bagi pekerja. Sehingga tidak
semua orang mampu berpuasa, ngempet makan dan minum saat bekerja.
Tantangan puasa tidak hanya
dihadapi oleh para pekerja, ibu hamil dan ibu menyusui juga menghadapi
tantangan berat. Disatu sisi keduanya harus berpuasa. Di sisi lain keduanya
harus bisa memenuhi kebutuhan gizi bayinya.
Selain tantangan ngempet
makan dan minum, tantangan berat puasa lagi adalah ngempet syahwat. Persoalan
ini pernah menjadi masalah bagi seorang sahabat Nabi SAW. Abu Hurairah
meriwayatkan sebuah dialog antara seorang laki-laki dengan Rasulullah Saw.
Laki-laki tersebut mengadukan permasalahan berkaitan dengan puasa Ramadhan yang
sedang menimpanya kepada Nabi SAW.
“ Celaka aku, ya Rasulallah!” katanya
“Apa yang membutamu celaka?” Nabi bertanya
Aku
telah mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan,” Ia menjawab.
“apakah kamu memiliki uang untuk
memerdekakan budak?” Nabi bertanya
“Tidak punya,” jawabnya
“apakah kamu sanggup berpuasa dua bulan
berturut-turut?” Nabi bertanya
“tidak,” jawabnya
“apakah kamu memiliki makanan untuk engkau
berikan kepada enam puluh fakir miskin?” Nabi bertanya
“tidak punya,” jawabnya
Nabi Saw terdiam sejenak.
Kemudian Nabi Saw mendapatkan hadiah sekeranjang kurma. Kemudian Nabi Saw
bersabda, “ambillah kurma ini, lalu sedekahkanlah!”
“Ya Rasulallah, apakah ini disedekahkan
kepada orang yang lebih miskin daripada saya, padahal tidak ada yang lebih
miskin dari keluarga saya?”
Nabi Saw tersenyum sampai nampak
giginya. Kemudian Beliau bersabda, “ pergilah dan berikan makanan ini kepada
keluargamu!”
Demikian tantangan berat berpuasa. Meski begitu puasa
harus tetap kita jalankan, seberat apapun tantangan menghadang. Puasa merupakan
pembuktian cinta kepada Allah SWT. Jika cinta sudah masuk di lubuk hati
tantangan seberat apapun akan terasa ringan. Cinta akan mendekatkan kepada yang
dicintai. Bukankah kita berpuasa bertujuan mndekatkan diri kepada Allah SWT (handhedhepih
marang Hyang kang Murbeng Dumadi?
* Penulis adalah pengajar di MTs. NU Miftahul Falah Cendono
Komentar0