GpY8BSMpTUM6GSC5TUr8TfClTA==

Renungan Ramadhan (1) : Puasa Itu (Tidak) Berat

 

Meski kerja berat, mereka tetap berpuasa. (source foto : klikpositif.com)


Oleh: Mualim*

Puasa ((الصوم  itu  (الإمساك عن الشيء), menahan atau mengekang dari sesuatu. Ini arti puasa menurut sudut pandang bahasa. Karena itu, boleh dikata puasa itu ngempet.  Berarti segala bentuk aktifitas ngempet bisa dikatakan puasa. Misalnya, ngempet untuk tidak berbicara, ngempet untuk tidak  makan-minum, ngempet untuk tidak berhubungan seksual, ngempet untuk tidak marah, ngempet kentut dan lainnya. Itu semua bisa masuk kategori puasa.   

Meski demikian, menurut ulama fikih tidak semua aktifitas ngempet itu bisa masuk kategori puasa. Berpuasa menurut ulama fikih adalah ngempet untuk tidak melakukan segala aktifitas yang bisa membatalkan puasa dengan cara tertentu disertai dengan niat.  Misalnya ngempet tidak makan-minum dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya. Ngempetnya juga tidak satu dua jam tetapi ngempetnya mulai dari fajar (subuh) sampai terbenamnya matahari (maghrib). Selain itu, ngempetnya juga harus disertai niat atau motivasi kesadaran beribadah karena Allah SWT.  

Jika anda ngempet tidak makan dan minum karena motif supaya badan bisa langsing, ramping, slim, maka aktifitas ngempet ini tidak kategori berpuasa menurut fikih. Begitu pula, jika anda ngempet tidak berhubungan seksual dan ngempet tidak makan-minum di malam hari, aktifitas ngempet anda ini tidak bisa disebut puasa menurut ketentuan fikih. Sebab, ketika maghrib tiba justru anda dianjurkan segera berbuka; makan-minum. Bahkan sebelum fajar (subuh) anda juga dianjurkan makan sahur.

Ngempet  dalam arti berpuasa menurut fikih itu berat. Diakui atau tidak berpuasa itu berat. Kenapa? Karena kita harus mengendalikan insting kita. Secara alamiah ketika perut lapar dan kerongkongan mengering, insting kita mengajak kita untuk segera makan dan minum. Secara otomatis kita menahan air liur ketika melihat dan membau makanan saat perut kosong. Tetapi karena kita berpuasa kita ngempet untuk tidak makan dan minum, menunggu maghrib tiba.   

 Berpuasa di Australia: Disengat Matahari, Digoda Pakaian Seksi,” demikian KH Nadirsyah Hosen menulis dalam bukunya, Kiai Ujang Di Negeri Kanguru (2019). Ia menceritakan bagaimana beratnya berpuasa di Australia. Di sana umat Islam minoritas. Sehingga yang berpuasapun jumlahnya sedikit. Tidak seperti di Indonesia yang ummat Islam mayoritas. Sehingga yang berpuasa banyak jumlahnya. Ngempet makan minumnya bersama-sama.

Selain itu,  ketika puasa Ramadhan bertepatan dengan musim summer (musim panas), terik matahari sangat menyengat. Di Brisbane misalnya, pada siang hari suhu bisa mencapai 30-40 derajat Celcius. Lebih dari itu, berpuasa di Australia pada saat musim panas juga mendapatkan tantangan khusus. Dimana saat musim panas banyak warga yang mengenakan pakaian mini dan tipis. Ini tentu tantangan berat bagi ngempet syahwat saat berpuasa.

“…. Berpuasa di musim panas itu godaannya berlipat ganda. Jamak diketahui musim panas merupakan musim pemer aurat di Negara-negara Barat. Baju mini dan tipis adalah pemandangan yang sangat biasa di kampus, pertokoan, dan jalan raya,” kisah Kiai Nadirsyah.

Apa yang dialami Kiai Nadirsyah sebenarnya juga dialami sebagian ummat Islam Indonesia, meski tidak sama persis. Bagi ummat Islam yang bekerja, di tempat proyek, di pabrik-pabrik, dan lainnya tentu menghadapi tantangan berat saat berpuasa.  Dimana saat berpuasa badan menjadi lemah, tenaga menjadi berkurang, rasa lapar dan haus menuntut untuk makan dan minum. Sedangkan bekerja harus tetap dijalankan secara professional demi menjemput rezeki. Di sinilah tantangan berat saat berpuasa bagi pekerja. Sehingga tidak semua orang mampu berpuasa, ngempet makan dan minum saat bekerja.

Tantangan puasa tidak hanya dihadapi oleh para pekerja, ibu hamil dan ibu menyusui juga menghadapi tantangan berat. Disatu sisi keduanya harus berpuasa. Di sisi lain keduanya harus bisa memenuhi kebutuhan gizi bayinya.

Selain tantangan ngempet makan dan minum, tantangan berat puasa lagi adalah ngempet syahwat. Persoalan ini pernah menjadi masalah bagi seorang sahabat Nabi SAW. Abu Hurairah meriwayatkan sebuah dialog antara seorang laki-laki dengan Rasulullah Saw. Laki-laki tersebut mengadukan permasalahan berkaitan dengan puasa Ramadhan yang sedang menimpanya kepada Nabi SAW. 

“ Celaka aku, ya Rasulallah!” katanya

“Apa yang membutamu celaka?” Nabi bertanya

 Aku telah mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan,” Ia menjawab.

“apakah kamu memiliki uang untuk memerdekakan budak?” Nabi bertanya

“Tidak punya,” jawabnya

“apakah kamu sanggup berpuasa dua bulan berturut-turut?” Nabi bertanya

“tidak,” jawabnya

“apakah kamu memiliki makanan untuk engkau berikan kepada enam puluh fakir miskin?” Nabi bertanya

“tidak punya,” jawabnya

Nabi Saw terdiam sejenak. Kemudian Nabi Saw mendapatkan hadiah sekeranjang kurma. Kemudian Nabi Saw bersabda, “ambillah kurma ini, lalu sedekahkanlah!”

“Ya Rasulallah, apakah ini disedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada saya, padahal tidak ada yang lebih miskin dari keluarga saya?”

Nabi Saw tersenyum sampai nampak giginya. Kemudian Beliau bersabda, “ pergilah dan berikan makanan ini kepada keluargamu!”  

 Demikian  tantangan berat berpuasa. Meski begitu puasa harus tetap kita jalankan, seberat apapun tantangan menghadang. Puasa merupakan pembuktian cinta kepada Allah SWT. Jika cinta sudah masuk di lubuk hati tantangan seberat apapun akan terasa ringan. Cinta akan mendekatkan kepada yang dicintai. Bukankah kita berpuasa bertujuan mndekatkan diri kepada Allah SWT (handhedhepih marang Hyang kang Murbeng Dumadi?


* Penulis adalah pengajar di MTs. NU Miftahul Falah Cendono

Komentar0

Type above and press Enter to search.