GpY8BSMpTUM6GSC5TUr8TfClTA==

Menyingkap Rahasia Yang Tersembuyi, Kitab Karya KH Shiddiq Piji

 


Resensi 

Judul : Menyingkap Rahasia Yang Tersembunyi (Risalah Kasyful Mudlmarat Fi Dzikri Bayani Ma Yanfa'u Lil Amwat)

Penulis : KH. Shiddiq Ash Shalahi Piji

Penerbit : Yayasan Manbaul Falah Piji Dawe Kudus 


Nama lengkap kitab ini adalah Risalah Kasyful Mudlmarat fi Dzikri Bayani Ma Yanfa'u Lil Amwat. Kitab ini telah diterjemah oleh Ibnu Chayatun Ma'ruf dengan judul "Menyingkap Rahasia yang Tersembunyi: Membahas  Hal-Hal yang Bermanfaat Bagi Orang Yang Telah Meninggal Dunia." Diterbitkan oleh Yayasan Manbaul Falah Piji Dawe Kudus.

Adapun muallifnya adalah KH Shiddiq Ash Shalahi Piji Dawe Kudus. Kiai Shiddiq merupakan merupakan salah satu mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah di Indonesia. Selain Kiai Shiddiq, mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah Kiai Romli Tamim Jombang, Kiai Muslih bin Abdurrahman Mranggen Demak, dan Abah Anom Suryalaya. Kiai Shiddiq mengambil Bai'at dan Talqin Thariqah dari gurunya, Syaikh Kiai Romli Tamim Jombang pada tahun 1361 H.

Selanjutnya, tulisan ini berdasarkan pada terjemahan Risalah Kasyful Madlmurat oleh Ibnu Chayatun Ma'ruf tersebut.

Kitab ini secara garis besar membahas tentang bacaan 'Ataqah, hadiah pahala kepada orang yang meninggal, dan hal-hal yang bermanfaat bagi orang yang telah meninggal.

Dalam kitab ini Kiai Shiddiq memulai pembahasan tentang masalah 'Ataqah Shughra atau Fida' Asghar. Menurutnya 'Ataqah sebagaimana yang dilakukan oleh ahli tasawuf memiliki dasar yang jelas, yakni berpedoman pada hadis-hadis Rasulullah saw. Diantara hadis tersebut berbunyi : 

"Barangsiapa mengucapkan "Laa ilaaha illallah" sebanyak tujuh puluh ribu kali maka Allah mengharamkan neraka baginya."

Meski demikian, Kiai Shiddiq mewanti-wanti kepada orang yang ingin mengamalkan dzikir 'Ataqah untuk bai'at dan minta talqin kepada guru yang sah (mursyid). Tujuannya dalam rangka menyambungkan sanad dzikir tersebut sampai kepada Rasulullah saw. Jika sanad dzikir sampai kepada Rasulullah saw, maka beliau yang akan memitakan ampunan.

Dzikir dengan kalimat tauhid sebanyak 70 ribu kali ini disebut 'Ataqah Jalaliyah. Disebut juga 'Ataqah Shughra atau Fida' Asghar.

Kiai Shiddiq mendapatkan ijazah dan ijin Ataqah Sughra dari Romo Kiai Mushlih bin Abdurrahman Mranggen Demak pada 1395 H.

Setelah membahas Ataqah Shughra, Kiai Shiddiq melanjutkan membahas Ataqah Kubra atau Fida Akbar.

Ataqah Kubra adalah membaca Surat Al Ikhlas sebanyak seratus ribu kali. Seperti Ataqah Shughra, untuk mengamalkan Ataqah Kubra ini juga harus mendapatkan ijazah dan izin dari guru mursyid. Kiai Shiddiq sendiri telah mendapat kan ijazah dan ijin Ataqah Kubra dari Asy Syaikh Al Akbar Romo Kiai Hasyim Asyari Tebuireng Jombang 1354 H.

Kiai Shiddiq menyandar dzikir Ataqah Kubra ini berdasarkan hadis-hadis Rasulullah saw. Satu diantaranya adalah hadis yang terjemahan nya : 

"Barangsiapa membaca Qul Huwa Allahu Ahad (Surat Al Ikhlas) beserta basmalahnya sebanyak 100 ribu kali, maka sungguh ia telah membeli dirinya dari Allah...."

Selanjutnya Kiai Shiddiq membahas tentang hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal. Kiai Shiddiq menegaskan bahwa hadiah pahala dapat sampai kepada orang yang telah meninggal dunia. Inilah keyakinan yang dipegang oleh Ahlussunnah wal jamaah. Pendapat ini berdasarkan dalil-dalil baik Al Quran maupun hadis yang jumlahnya sangat banyak.

Misalnya Q.S Al Hasyr ayat 10, yang terjemahan nya berbunyi: "Dan orang-orang yang datang setelah mereka berdoa: "Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami seiman yang telah mendahului kami."

Sedangkan dalil dari hadis antara lain, hadis yang terjemahan nya berbunyi : "Dari sayyidatina 'Aisyah r.a dari Nabi saw beliau bersabda: "Barangsiapa meninggal dunia, sedangkan ia masih berhutang puasa, maka walinya menggantikan puasa itu," (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i).

Adapun hal-hal yang bermanfaat bagi orang yang telah meninggal dunia menurut Kiai Shiddiq antara lain: 

Pertama Shalat Al Unsi. Shalat untuk memberikan kebahagiaan atau hiburan kepada orang yang telah meninggal dunia di dalam kuburnya. 

Kedua, shadaqah setelah mayit dikebumikan. Yakni memberikan shadaqah yang pahalanya dihadiahkan kepada mayit setelah dikubur. 

Ketiga, shadaqah pada hari ke-tujuh dari meninggal nya seseorang. Tentu pahala shadaqah tersebut diniatkan dihadiahkan untuk orang yang telah meninggal tersebut. 

Keempat, menuliskan doa tasbih, doa uhdah, doa unsi untuk kebahagiaan atau hiburan bagi si mayit.

Selain keempat hal tersebut, hal yang juga bermanfaat bagi orang yang telah meninggal adalah talqin. Bagi Kiai Shiddiq mentalqin mayit setelah dikubur adalah sunnah. Karena itu menurut Kiai tidak selayaknya talqin ditinggalkan kecuali jika darurat. Hukum sunnah talqin berdasarkan dalil-dalil Al Quran, Hadis, dan Ijma'.

Di akhir risalah Kiai Shiddiq menegaskan kembali bahwa ibadah shadaqah dan amal-amal kebaikan yang dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia dapat sampai kepada mereka. Untuk mendukung pendapatnya ini, Kiai Shiddiq mencantumkan rujukan dari hadis-hadis Nabi saw dan juga pendapat ulama Ahlussunnah wal jamaah. 

Risalah Kasyful Mudlmarat ini ditutup dengan pembahasan tentang kebiasaan orang Jawa atau Indonesia ketika diantara mereka ada yang meninggal dunia. Pembahasan ini merujuk pada Kitab Inaratud Duja karya Syaikh Muhammad Ali bin Husain Al Makki Al Maliki. (Mualim)

Komentar1

Type above and press Enter to search.