KH Raden Asnawi merupakan salah ulama yang mempelopori lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Kiai yang dikenal alim dan allamah ini Lahir di Damaran Kudus, 1281 H atau 1861 M. Ayahnya HR Abdullah Husnin seorang pedagang terkenal di Kudus. Ssedangkan ibunya bernama Raden Sabrinah. Dari silislah keluarga Kiai Asnawi masih keturunan Sunan Kudus (Raden Ja’far Shadiq) yang ke-14.
Sejak kecil Kiai Asnawi tekun belajar, cinta ilmu, dan sabar menjalani masa belajarnya. Kecerdasannya membuka hati ayahnya untuk memasukkan Kiai Asnawi belajar di pesantren. Terhitung Kiai Asnawi pernah belajar di pesantren Pesantren Mengunsari Tulungagung dan belajar kepada Kiai Irsyad Na’ib Mayong Jepara.
Usia 25 tahun Kiai Asnawi menunaikan ibadah haji, tepatnya tahun 1897 M. Usai haji Kiai Asnawi tidak langsung pulang ke Indonesia, melainkan belajar kepada para ulama di Makkah. Di sana ia belajar kepada Kiai Shaleh Darat Semarang, Kiai Mahfudz At Tarmasi dan Sayyid Umar Satha.
Dengan demikian, Kiai Asnawi bermukim di Makkeh selama belasan tahun. Ia menikah dengan Nyai Hj. Hamdanah (janda Al Maghfurlah Kiai Nawawi Banten). Keilmuannya diakui oleh para ulama di Makkah. Banyak ulama Indonesia yang belajar kepadanya, antara lain, Hadratusyekh KH Hasyim Asyari dan KH Abdul Wahab Hasbullah,
Kiai Bisyri Sansuri Jombang, Kiai Hambali Kudus, Kiai Mufid Kudus, dan Kiai A. Mukhit Sidoarjo.
Tahun 1916 M Kiai Asnawi pulang ke Indonesia. Ia mendirikan madrasah untuk menyebarkan agama dan mencerdaskan bangsa. Selain itu, Ia mengobarkan nasionalisme, mengobarkan semangat perjuangan melawan kolonialisme, baik zaman Belanda maupun Jepang. Hal ini membuat Kiai Asnwai beberapa kali masuk penjara.
Ikut Mendirikan NU
Nahdlatul Ulama (NU) berdiri pada pada 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 Januari 1926 M. Pemantik lahirnya NU lahir adalah dari pembentukan Komite Hijaz. Dimana Kiai Asnwai menjadi salh stu anggotnya.
Komite Hijaz merupakan utusan atau delegasi para ulama Ahlussunnah Waljmaah nusantara yang dikirim untuk menghadap kepada raja Ibnu Sa’ud, penguasa Hijaz waktu itu. Tujuan Komite ini adalah meminta kepada Raja Ibnu Sa’ud untuk memberi ruang kebebasan praktik beragama sesuai dengan madzhabnya masing-masing. Sebab ada indikasi Ibnu Sa’ud akan memberangus praktik-praktik beragama ala Ahlussunnah Waljamaah.
Jelasnya, penguasa Hijaz waktu itu ingin menerapkan paham wahabi dan melarang paham ahlussunnah waljamaah. Misalnya, penguasa Hijaz ingin membongkar makam Nabi SAW. Alasannya makam Nabi SAW menjadi tujuan ziarah kaum muslimin di dunia yang dianggap bid’ah oleh paham wahabi.
“Memohon diberlakukannya kemerdekaan (kebebasan) di Negeri Hijaz pada salah satu dari Madzhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali,” demikian salah satu bunyi surat permohonan delegasi Komite Hijaz kepada Raja Ibnu Sa’ud.
Singkat cerita, meski karena suatu hal Kiai Asnawi tidak ikut berangkat menghadap Raja Sa’ud, Komite Hijaz telah menunaikan tugasnya dengan baik. Dengan demikian, berarti tugas Komite Hijaz telah selesai. Akan tetapi, oleh para ulama Komite Hijaz tidak dibubarkan, melainkan Komite Hijaz ditingkatkan statusnya menjadi organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Pada masa awal berdirinya NU Kiai Asnawi merupakan salah satu ulama yang ditunjuk sebagai mustasyar (penasehat). Kiai Asnawi juga aktif mengikuti setiap kegiatan NU. Lebih dari itu, beliau menjadi salah satu duduk di Lajnah Nasihin. Lajnah ini bertugas menyiarkan dan mengenalkan NU ke berbagai daerah di Nusantara.
Dengan demikian Kiai Asnawi juga aktif menyiarkan dan mepropagandakan NU kepada para ulama dan masyarakat. Sehingga para ulama tergerak mendirikan cabang-cabang NU di daerahnya masing-masing, termasuk NU Cabang Kudus.
Lebih jauh, bersama-sama para ulama Kudus Pada Ahad malam, 10 Rabiul Awal 1347 H bertepatan 26 Agustus 1928 M, Kiai Asnawi menggelar pertemuan dengan para tokoh dan ulama Kudus. Pada pertemuan tersebut para ulama sepakat mendirikan NU Cabang Kudus. Kiai Asnawi sendiri diamanahi menjadi dewan Mustasyar.
Selain aktif dan menjadi penggerak NU Kiai Asnawi wafat juga aktif di bidang pendidikan. Ia mendirikan madrasah dan pondok pesantren. Madrasah Qudsiyah merupakan peninggalan Kiai Asnawi yang masih eksis sampai sekarang. Selain itu, Kiai Asnawi juga mendirikan pondok pesantren di Bendan, yakni P.P Raudlatuth Tholibin pada tahun 1927 M.
Lebih dari itu, Kiai Asnawi juga menulis beberapa kitab. Adapaun kitab karya Kiai Asnawi yang cukup popular di masyarakat adalah kitab Fasholatan. Kitab ini memuat tuntunan praktis shalat secara lengkap dengan bahasa Jawa. Kitab yang diterbitkan Menara Kudus ini kitab shalat yang paling popular di masyarakat.
Kiai Asnwai wafat Sabtu, 25 Jumadil akhir 1378 Hijriah, bertepatan dengan 26 Desember 1959 Masehi. Beliau dimakamkan di belakang sebelah mihrab Masjid Al Aqsa Menara Kudus.
Untuk Beliau, Al Fatihah….
*Penulis adalah pengajar di MTs. NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus
Sumber bacaan:
KH A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Riwayat, Perjuangan, Hizib dan Dzikir, Keira Publishing, 2017, Jilid1.
www.nu.or.id
Komentar0