Assalamualaikum. Bapak Pengasuh Tanya Jawab NU ONLINE Dawe yang saya hormati. Saya ingin menyampaikan keluhan saya sekaligus pertanyaan. Begini, ayam tetangga sering berkeliaran di sekitar rumah saya. Karena ayam tersebut tidak dikandangkan. Bahkan, ayam tersebut sering masuk ke rumah saya. Tidak hanya itu, ayam tersebut juga nembelek di rumah saya. Hal ini tentu mengganggu saya dan mengotori rumah. Pertanyaan saya : Bagaimanakah saya menyikapinya? Bagaimanakah hukumnya memelihara hewan (ayam) yang tidak dikandangkan tersebut? Selain itu, ketika ayam tetangga tersebut bertelur di pekarangan rumah saya apakah saya boleh mengambilnya? Terima kasih. Sujatmi (nama samaran) Margorejo.
Jawaban :
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah.
Salah satu hal yang dilarang oleh agama adalah merugikan orang lain, termasuk merugikan tetangga. Secara khusus Rasulullah mewanti-wanti jangan sampai kita menyakiti tetangga.
Dalam hadits disebutkan :
ِعَنْ أَبِي هريرة عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda : "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan juga kepada hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya". (HR. Al Bukhari 5559, Muslim 68)
Dalam satu riwayat, dikatakan: "...maka hendaklah memuliakan tetangganya", dan dalam riwayat yang lain dikatakan: "...maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya".
Bahkan dikatakan oleh Rasulullah : "Jibril terus-menerus berpesan kepadaku tentang tetangga, hingga aku menduga bahwasanya ia akan memberikan hak waris kepada tetangga". (HR. Al Bukhari 5555, Muslim 4756, Abu Dawud 5152).
Dalam kitab 'Aunul Ma'bud 'ala Sunan Abi Dawud, dijelaskan :
(ما زال جبريل يوصيني بالجار أي: يأمرني بحفظ حقه من الإحسان إليه ودفع الأذى عنه
"Jibril terus-menerus berpesan kepadaku tentang tetangga, artinya: Beliau memerintahkan kepadaku untuk menjaga haknya berupa berbuat baik kepadanya dan menghindari hal yang menyakitinya".
Dari hadits-hadits tersebut bisa disimpulkan bahwa berbuat baik kepada tetangga dan menghindari hal yang bisa merugikan dan menyakiti tetangga adalah tanda kesempurnaan iman seseorang.
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah.
Memelihara ayam dengan cara dilepaskan (tidak dikandangkan) yang bisa merugikan pihak lain termasuk tetangga adalah tidak diperbolehkan. Dan jika sampai hal itu merugikan pihak lain, maka pemiliknya harus mengganti rugi.
Adapun telur dari ayam tersebut, maka tetap menjadi milik pemilik ayam. Anda tidak boleh mengambilnya untuk memilikinya. Hanya saja, anda berhak untuk minta upah atau ganti rugi kepada pemiliknya.
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah.
Hemat saya, jika kita mempunyai hewan piaraan seperti ayam dan lainnya, maka harus dipertimbangkan dengan matang. Jika dengan cara dilepaskan itu tidak merugikan orang lain dan tidak menimbulkan dampak negatif maka silakan dilepas, tidak dikandangkan. Tetapi jika hewan piaraan yang dilepas merugikan, mengganggu dan menimbulkan dampak negative bagi orang lain (seperti mengotori lantai rumah tetangga, ayam masuk ke tempat ibadah dan lainnya), maka harus dipelihara dengan cara dikandangkan dan dicukupi kebutuhannya.
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah.
Dalam hidup bermasyarakat dan bertetangga hendaklah kita saling menghormati, saling menjaga, dan saling membina kurukunan. Hindarilah sikap permisif, masa bodoh, kaku dan egois.
Idealnya, kita lebih mementingkan upaya untuk memenuhi hak-hak orang lain, bukan mengedepankan sikap menuntut hak kepada orang lain. Dalam bahasa lain, kita wajib memenuhi kewajiban terhadap tetangga dan memenuhi hak-haknya. Selain itu, kita berusaha semampu mungkin untuk memberikan toleransi terhadap tetangga. Dengan sikap seperti itu, Insyaallah akan terjalin kerukunan dan hubungan yang harmonis antar tetangga.
Demikian, semoga bermanfaat.
Referensi :
1. Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud
2. Aunul Ma'bud 'ala Sunan Abi Dawud,
hal. 2196 (cet. Baitul Afkar al-Dauliyyah)
3. Umdatul Mufti wal Mustafti, 4/45
(Cet. Darul Hawi)
4. I'anatutthalibin, 4/179
5. Hasyiyah Al Bajuri, 2/201
6. Al-Mawahib Al-Saniyyah, 246-247
Editor : MI
Nara Sumber : Kiai Aniq Abdullah, S.Pd.I
Komentar0