Saat cuaca dingin yang ekstrim tidak berani tersentuh air, kita tetap berwudlu atau tayamum? (Source foto : suara.com)
Pertanyaan
Assalamu'alaikum warahmatullah. Pak Kiai yang saya hormati. Musim penghujan telah tiba. Banyak saudara kita yang sakit: badan panas, batuk, flu, dan lainnya. Anggota badan jika terkena air (misalnya karena berwudhu), merasa kedinginan, bahkan menggigil. Jika kondisi demikian, bolehkah berwudhu dengan air hangat? Atau sebaiknya tayamum saja? Terima kasih atas jawabannya. Arif Riyanto (Nama Samaran) Jati.
Jawaban :
Wa'alaikumussalam warahmatullah. Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah. Perlu diketahui bahwa salah satu sebab diperbolehkannya mengganti wudhu dengan tayamum adalah adanya cuaca dingin yang ekstrim atau air yang begitu dingin. Namun, kebolehan tayamum ini tentu ada syarat–syarat tertentu, tidak asal bertayamum.
Prof.Dr.Syekh Wahbah Al-Zuhailiy, ulama
kontemporer asal Suriah, dalam kitabnya, Mausu’atu
al-Fiqh al-Islami wa al-Qodhoya al-Mu’ashiroh, 1/493-494, menjelaskan tentang
kebolehan bertayamum karena cuaca dingin.
Menurut Syekh Wahbah, setidaknya
ada dua alasan diperbolehkannya bertayamum karena cuaca dingin.
Pertama, jika dikhawatirkan terjadinya
kerusakan atau resiko besar pada diri seseorang jika bersuci dengan air. Kedua,
jika tidak ditemukan alat untuk memanaskan air. Sehingga seseorang tidak
menemukan air hangat untuk berwudhu. Jika kedua alasan tersebut dimiliki
seseorang maka ia diperbolehkan tayamum saat cuaca dingin.
Ulama Hanafiyah (para ulama bermazhab Hanafi) dan ulama Malikiyah (para ulama
bermazhab Maliki) membatasi kebolehan
tayamum karena cuaca dingin atau air yang dingin jika dikhawatirkan seseorang
akan meninggal, akan mengalami cacat, dan gangguan pada sebagian anggota
wudhunya jika terkena air.
Sedangkan kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah (para ulama bermazhab Syafi'i dan Hanbali) membolehkan tayamum karena cuaca dingin jika tidak ditemukan penghangat air pada waktu itu. Akan tetapi mereka mewajibkan untuk mengganti shalatnya setelah kondisi telah berubah. Artinya jika telah berada pada suhu normal maka shalat yang dikerjakan harus diganti. Berbeda dengan Syafi’iyah dan Hanabilah, para ulama bermazhab Maliki dan Hanafi tidak mewajibkan mengganti shalat.
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah.
Kesimpulannya, selama kita masih memungkinkan bersuci
dengan menggunakan air (meskipun air yang dihangatkan), baik berwudhu atau
mandi besar, maka kita tetap bersuci memakai air. Namun, jika sudah benar-benar
tidak memungkinkan menggunakan air, maka baru boleh bertayamum. Bahkan,
jika tidak mungkin juga mendapatkan debu yang memenuhi syarat untuk
bertayamum, maka shalat fardhu tetap dilakukan pada waktunya li hurmatil waqti (untuk menghormat
waktu).
Hemat saya, di
musim hujan seperti sekarang ini, kita perlu mempersiapkan alat-alat yang representatif untuk
menghangatkan atau merebus air di rumah. Selain sewaktu-waktu dibutuhkan untuk
merebus air untuk keperluan bersuci seperti di atas, bukanlah untuk menikmati
semisal wedang jahe dan empon-empon kita juga butuh air panas kan?.
Semoga kita
semua dan keluarga di rumah dikaruniai kesehatan, keselamatan dan
kesejahteraan, aamiin.....
Referensi :
1. Al-Mausu'ah
Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 14/258 (cet. Wazaratu al-Auqaf wa al-Syu'un
Al-Islamiyah, Kuwait)
2. Mausu’atu al-Fiqh
al-Islami wa al-Qodhoya al-Mu’ashiroh, 1/493-494 (cet. Darul fikr, Beirut)
3. Al-Bayan fi madzhab
al-Imam al-Syafi'i, 1/14 (cet. Darul Minhaj)
4. Al-Hawi Al-Kabir fi
fiqh madzhab al-Imam al-Syafi'i, 1/39 (cet. Darul kutub al-ilmiyyah)
Lampiran Ibarot Kitab
:
١.
الموسوعة الفقهية
الكويتية ، الجزء ١٤ ص ٢٥٨
ب . خوف المرض من البرد ونحوه
ذهب جمهور الفقهاء
إلى جواز التيمم في السفر
والحضر (خلافا لأبي يوسف ومحمد في الحضر) لمن خاف من استعمال الماء في شدة
البرد هلاکا، أو حدوث مرض، أو زيادته ، أو بطء برء إذا لم يجد مايسخن به الماء، أولم يجد أجرة الحمام، أو ما يدفئه، سواء في الحدث الأكبر أو الأصغر، لإقرار النبي ﷺ عمرو بن العاص
رضي الله عنه على تیممه خوف البرد وصلاته بالناس إماما ولم يأمره بالإعادة
وذهب الحنفية إلى أن جواز التيمم للبرد خاص بالجنب، لأن المحدث لا يجوز له
التيمم للبرد في الصحيح خلافا لبعض المشايخ إلا إذا تحقق الضرر من الوضوء فيجوز
التيمم حينئذ.
وذهب جمهور الفقهاء إلى أن المتيمم للبرد - على الخلاف السابق - لا يعيد
صلاته .
وذهب الشافعية إلى أنه يعيد صلاته في الأظهر إن كان مسافرا، والثاني : لا
يعيد لحديث عمرو بن العاص رضي الله عنه، أما إذا تیمم المقيم للبرد فالمشهور كما
قال الرافعي القطع بوجوب الإعادة ، وقال النووي : إن جمهور الشافعية قطعوا به
٢.
موسوعة الفقه
الإسلامي والقضايا المعاصرة
الجزء ١ ص ٤٩٣-٤٩٤
شدة البرد أي شدة
برودة الماء
يجوز التيمم لشدة البرد إذا خاف ضررة من استعمال الماء، ولم يجد ما يسخن
به الماء
لكن قيد الحنفية إباحة التيمم للبرد بما إذا خاف الموت أو التلف لبعض
الأعضاء أو المرض، وبالجنب فقط ولو في الحضر، إذا لم تكن له أجرة حمام ولا ما
يدفئه، لأنه هو الذي يتصور فيه ذلك. أما المحدث حدثا أصغر فلا يجوز له التيمم
للبرد في الصحيح.
وقيد المالكية جواز التيمم للبرد بحالة الخوف من الموت.
أما الشافعية والحنابلة : فأباحوا التيمم للبرد إذا تعذر تسخين الماء في
الوقت ، أو لم تنفع تدفئة أعضائه، وخاف على منفعة عضو أو
حدوث شین فاحش، في عضو ظاهر عند الشافعية، أو في بدنه بسبب استعمال الماء عند
الحنابلة.
ويقضي الصلاة عند الشافعية من تیمم لمرض، أو لبرد في الأظهر، ولا قضاء
عليه عند المالكية والحنفية، وعند الحنابلة : روايتان : إحداهما . لا يلزمه
القضاء، والثانية يلزمه الإعادة.
٣.
البيان في مذهب
الإمام الشافعي ، ١/١٤
(فرع : الماء المسخن) وإن سخن الماء
بالنار لم تكره الطهارة به ، سواء سخن بالوقود الطاهر أو النجس . وقال مجاهد : تكره الطهارة بكل حال .
وقال أحمد : ( إن سخن بالوقود النجس .. كرهت الطهارة به ، وإن سخن بالوقود الطاهر
.. لم تكره )
دليلنا : ( أنه كان يسخن لعمر رضي الله عنه ماء في قمقم ، فكان يتوضأ به
)
وروى الأسلع بن شريك قال : (
أجنبت وأنا مع النبي ﷺ في سفر ، فجمعت
أحجارا، وسخنت ماء ، فاغتسلت به ، فأخبرت النبي ﷺ بذلك ، فلم ينكر علي
)
٤. الحاوي الكبير في فقه مذهب الإمام الشافعي ، ١/٣٩
مسئلة : قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ : وَكُلُّ مَاءٍ مِنْ
بَحْرٍ عَذْبٍ أَوْ مَالِحٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ سَمَاءٍ أَوْ بَرَدٍ أَوْ ثَلْجٍ
مُسَخَّنٍ وَغَيْرِ مُسَخَّنٍ فَسَوَاءٌ ، وَالتَّطَهُّرُ بِهِ جَائِزٌ
Komentar0